Senin, 23 Mei 2016

makalah pendidikan agama islam syariat



makalah pendidkan agama islam tentang syariat
BAB I
PENDAHULUAN

a.     Latar Belakang
Kehidupan manusia didunia merupakan anugrah dari Allah swt. dengan segala pemberiannya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya tetapi dengan anugrah tersebut kadang kala manusia lupa akan dzat Allah swt yang telah memberikannya.untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga didalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah swt.hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntunan dan tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya yang tergambar dalam hukum Allah swt yang normatif dan deskriptif (quraniyah dan kauniyah)
Sehingga dari syariah terdapat aturan tentang ibadah,baik ibadah khusus maupun ibadah umum.sumber syariah adalah Al-Qur’an dan as-sunnah,sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti didalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu ( ijtihad ).syariah dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam akidah atau keimanan.semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia akhirat.

b.    Rumusan Masalah
1.    Pengertian Ibadah
2.    Macam-macam dan syarat ibadah
3.    Sifat dan ciri ibadah
4.    Hikmah ibadah
5.    Pengertian Syariah dan Fikih
6.    Tujuan Syariah
7.    Prinsip-prinsip Syariah

c.    Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang syariahb islam serta dapat mengaplikasikannya didalam kehidupan sehari –hari.
BAB II
PEMBAHASAN

1.    Ibadah
a.    Pengertian Ibadah
Ibadah berasal dari bahasa “arab” yang artinya pengabdian, penyembahan, ketaatan, merendahkan diri atau doa. Secara istilah ibadah berarti perbuatan yang dilakukan oleh seseorang sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan dirinya kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah.orang yang melakukan ibadah disebut abid atau subjek dan yang disembah disebut ma’bud atau objek.
Menurut ulama fikih ibadah sebagai ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan kerendahan diri kepada Allah.
Redaksi lain menyatakan bahwa ibadah adalah semua yang dilakukanatau yang dipersembahkan untuk mencapai keridaan Allah SWT dan mengharapkan imbalan pahalanya diakhirat kelak.
Ibnu taimiyah dan yusuf al-qardawi mendefinisikan ibadah adalah ketaatan dan ketundukan yang sempurna dengan rasa cinta terhadap yang disembah.
Ditinjau dari segi bahasa ibadah memiliki pengertian yaitu, taat, menurut, mrngikut, tunduk. Dapat diartikan pula dengan: tunduk yang setinggi-tingginya, dan  dengan do’a. Sedangkan menurut istilah syara’ pengertian ibadah terbagi menjadi dua yaitu:
1.    Khas (Mahdhah), menurut ahli ushul ialah segala hukum yang tidak terang illatnya, yang tidak terang kemuslihatannya (yang tidak dipahamkan artinya) dan urusan-urusan yang semata-mata dikerjakan berdasar kepada memperhambakan diri kepada Allah SWT.
2.    ‘Aam (Ghairu Mahdhah) secara umum ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat ridho Allah SWT.
Perbedaan antara ibadah khusus dan umum terletak pada perbedaan sebagaimana dinyatakan oleh kaidah yang berbunyi sebagai berikut: “bahwa ibadah dalam arti khusus semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan, sedangkan ibadah dalam arti umum semuanya dibolehkan kecuali yang dilarang.” (modul hikmah fiqih kelas x)
Disimpulkan bahwa ibadah adalah: bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan mentaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya sebagai tanda mengabdikan / mempertahankan diri kepada Allah SWT. ( modul hikmah fiqih kelas x )
b.   Macam-Macam Ibadah
Ulama ushul al-fiqh membagi ajaran Islam kepada:
a)    Ajaran yang dapat diketahui maksud dan tujuannya pensyariatannya.
b)   Ajaran yang tidak dapat diketahui sama sekali maksud dan tujuan pensyariatannya.
c)    Ajaran yang sebagian dari maksud dan tujuan pensyariatannya dapat diketahui, dan sebagian lainnya tidak dapat diketahui.
Dalam kaitannya dengan pembagian ajaran Islam tersebut, maka ulama fikih membagi ibadah tiga macam:
a)    Ibadah Mahdhah, adalah ibadah yang mengandung hubungan dengan Allah semata-mata (vertikal atau hablum minallah). Ciri-ciri ibadah ini adalah semua ketentuan dan aturan pelaksanaannya telah ditetapkan secara rinci melalui penjelasan-penjelasan Al-Quran atau sunnah, contoh shalat
b)   Ibadah Ghairu Mahdhah, adalah ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan dengan Allah, tetapi juga menyangkut hubungan dengan sesama makhluk (hablum minallah wa hablum min an-nas), contoh sedakah.
c)    Ibadah Dzil-Wajhain, adalah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Maksudnya adalah sebagian dari maksud dan tujuan pensyariatannya dapat diketahui dan sebagian lainnya tidak dapat diketahui, seperti nikah.
Dilihat dari segi fasilitasnya yang dibutuhkan untuk mewujudkannya ibadah dapat dibagi menjadi tiga macam:
1)   Ibadah badaniyah ruhiyah, yaitu suatu ibadah yang untuk mewujudkannya hanya dibutuhkan kegiatan jasmani dan rohani saja, seperti shalat dan puasa.
2)   Ibadah maliyah, yaitu suatu ibadah yang untuk mewujudkannya dibutuhkan kegiatan pengeluaran harta benda, seperti zakat.
3)   Ibadah badaniyah ruhiyah maliyah, yaitu suatu ibadah yang untuk mewujudkannya dibutuhkan kegiatan jasmani, rohani, dan pengeluaran harta kekayaan, seperti haji.
Dari segi sasaran dan manfaatnya ibadah dapat dibagi menjadi dua macam:
1)   Ibadah perorangan (fardiyah), yaitu ibadah yang hanya menyangkut ini pelakunya sendiri, tidak ada hubungannya dengan orang lain, seperti shalat.
2)   Ibadah kemasyarakatan (ijtima’iyah), yaitu ibdah yang memiliki keterkaitan dengan orang lain, terutama dari segi sasarannya, seperti sedekah dan zakat.

c.    Syarat-Syarat Ibadah
Menurut Yusuf Al-Qardawi mengatakan bahwa ada lima syarat agar perbuatan seseorang bernilai ibadah disisi Allah:
1.    Ibadah yang dimaksud tidak bertentangan dengan syariat Islam.
2.    Perbuatan tersebut dilandasi dengan niat yang suci dan ikhlas.
3.    Untuk melakukan perbuatan tersebut, yang bersangkutan harus memiliki ketangguhan hati dan percaya diri bahwa perbuatan yang dilakukan akan membawa kepada kebaikan.
4.    Perbuatan yang dilakukan tidak boleh menghalangi perbuatan-perbuatan wajib dalam agama.

d.   Sifat dan Ciri-Ciri Ibadah
Mustafa Ahmad Az-Zarqa, seorang ahli ilmu fikih kontemporer menyebutkan beberapa sifat yang menjadi ciri-ciri ibadah yang benar:
a)    Bebas dari perantara. Untuk melakukan ibadah kepada Allah, seorang muslim tidak memerlukan perantara, tetapi harus langsung kepada Allah.
b)   Tidak terikat kepada tempat-tempat khusus. Secara umum Islam tidak mengharuskan penganutnya untuk melakukan ibadah pada tempat-tempat tertentu, kecuali ibadah haji. Firman Allah SWT :
وَلِلهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْافَثَمَّ وَجْهُ اللهِ اِنَّ اللهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 115)
c)    Tidak memberatkan (adam al-kaharaj) dan tidak menyulitkan (izalah al-‘anat), sebab Allah senantiasa menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan. Firman Allah:
يُرِ يْدُاللهُ بِكُمُ الْيُسْرَوَلَايُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya:
“ Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”
e.    Hikmah Ibadah
Pengertian Ibadah, seperti yang telah dijelaskan diatas, sekaligus menunjukkan bahwa hakikat ibadah adalah ketundukan, kepatuhan dan kecintaan yang sempurna. Dalam konteks ini, maka hikmah ibadah paling tidak akan dapat melahirkan:
1)   Kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk diciptakan Allah dan harus mengabdi dan menyembah hanya kepada-Nya (Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 56), sehingga ibadah merupakan tujuan akhir hidupnya.
2)   Kesadaran bahwa sesudah kehidupan dunia ini akan ada kehidupan akhirat sebagai masa untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan perintah Allah selama menjalani kehidupan di dunia (Q.S. Al-Zazalah [99]: 7-8)
3)   Kesadaran bahwa dirinya diciptakan Allah bukan sekedar pelengkap alam semesta, melainkan justru menjadi sentral alam dari segala isinya (Q.S. Al-Baqarah [2]: 29)

Disamping hikmah-hikmah tersebut, pada dasarnya apa saja yang dilakukan oleh seorang muslim merupakan bentuk ibadah, sehingga memiliki nilai atau hikmah ganda secara umum, yaitu hikmah berupa secara material nyata diterima di duniadan spiritual abstrak yang akan diterima diakhirat kelak.
f.     Dasar dan Tujuan Ibadah
Adapun dasar-dasar ibadah diantaranya:
1.    Cinta; maksudnya ibadah yang dilakukana oleh seorang hamba didasarkan pada cintanya kepada Allah dan Rosul-Nya, mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rosul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya mengikuti sunnah Rosul, jihad Allah dengan menggunakan jiwa, raga, dan hartanya
2.    Takut (Khauf); maksudnya ibaadah yang dilakukan oleh seorang hamba didasarkan pada takutnya seorang hamba Allah. Tidak merasa ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah.
3.    Harapan (Raja’); maksudnya ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba dijalankan dengan penuh pengharapan tanpa ada rasa pantang menyerah. Seorang hamba dituntut untuk selalu berharap kepada Allah dengan harapan yang sempurna tanpa merasa pernah putus asa.
(modul hikmah fiqih kelas x)
Ibadah yang dilakukan setiap hamba memiliki tujuan sebagai berikut:
a.    Memperoleh ridho Allah; Ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba, dilakukan dengan penuh keikhlasan tanpa mengharap apapun kecuali hanya untuk memperoleh ridho Allah.
b.    Menumbuhkan kesadaran tanggung jawab; dengan melakukan ibadah dengan istiqomah akan membentuk jiwa yang  sadar akan tanggung jawab.
c.    Perwujudan dan pemeliharaan keimanan; ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba secara konsisten merupakan perwujudan dan pemeliharaan keimanan.
d.   Meningkatkan harkat dan martabat; dengan ibadah manusia dapat di bedakan harkat dan martabatnya dengan hewan.
e.    Meningkatkan ketakwaan kepada Allah; takwa merupakan tujuan yang utama dalam beribadah.
f.     Tawajjuh (menghadap); Menghadap Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang disembah, dan meng-Esakannya dengan niat ibadah dalam setiap keadaan, hal itu diikuti dengan tujuan penyembahan guna memperoleh kedudukan yang mulia.
g.    Untuk perbaikan jiwa dan mencari anugerah; Seluruh ibadah mempunyai fungsi ukhrawiyah, termasuk memperoleh keberuntungan dengan nikmat surga dan selamat dari azab neraka.
(modul hikmah fiqih kelas x)
2. Syariah
a. Pengertian Syariah dan Fikih
Kata “syariah” adalah bahasa Arab, dalam bahasa Indonesia artinya jalan raya atau jalan ke sumber (mata)air, atau bermakana jalannya suatu hukum atau perundang-undangan. Kemudian kata ini diimbuhi oleh kata “Islam” menjadi syariah islam, yang secara harfiah bearti jalan yang harus dilalui dan dipatuhi oleh setiap muslim. Kata “syariah” terdapat pula dalam Al-Quran, di antaranya:
ثُمَّ جَعَلْنَا عَلَى شَريْعَةٍ مِنَ الْأْ عَرِ فَا تَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَالَّذِيْنَ لَايَعْلَمُوْ نَ
     Artinya :
“Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) menjalani syariah (hukum)dalam setiap urusan, maka turutilah ketentuan itu, dan janganlah engkau turuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui (bodoh).”
(Q.S. Al-jatsiyah [45]:18)  
Hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran sifatnya masih mendasar, kemudian dijelaskan dan dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Dengan demikian, sumber Syariah Islam adalah Al-Quran dan hadis. Karena norma-norma hukum dasar yang terdapat dalam Al-Quran itu masih ada yang bersiafat umum, perlu dirumuskan lagi setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Norma-norma tersebut dirumuskan kembali ke dalam kaidah-kaidah yang lebih konkret dengan menggunakan cara-cara atau metode tertentu. Ilmu inilah yang kemudian disebut dengan ilmu fikih, yaitu ilmu yang mempelajari syariah islam.
Secara lughawi Syari’at artinya yaitu jalan ke tempat pengairan atau jalan yang sesungguhnya harus diturut. Kata Syariat dapat kita jumpai pada beberapa tempat di dalam Al-Quran seperti pada surat Maidah ayat 48, Al-Syura ayat 13, yang pada prinsipnya mengandung arti “jalan yang jelas membawa kepada kemenangan”. Dalam hal ini, agama islam yang ditetapkan untuk manusia diswbut Syari’at, karena umat Islam selalu melaluinya dalam kehidupan mereka di dunia. Adapun dari segi kesamaan antara Syari’at Islam dengan “jalan air” (seperti dalam pengungkapan lughawi di atas) terletak pada bahwa siapa yang mengikuti Syari’at jiwanya akan mengalir dan bersih.(modul hikmah fiqih kelas x)
Pada asalnya Syari’at diartikan sebagai hukum atau aturan yang ditetapkan Allah atas hamba-Nya untuk ditaati, baik berkaitan dengan hubungan mereka dengan Allah maupun hubungan antara sesama mereka sendiri.(modul hikmah fiqih kelas x)
Kata “fikih” adalah bahasa Arab, dalam bahasa Indonesia  berarti paham  atau pengertian. Dalam konteks syariah, ilmu fikih berarti ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum dasar yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadis. Pemahaman itu kemudian dituangkan ke dalam kitab-kitab fikih dan disebut dengan hukum fikih.
Secara mendasar terdapat perbedaan antara fikih dan syariah antara lain:
1.    Syariat adalah hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadis, sedangkan fikih adalah hukum-hukum yang berupa hasil pemahaman para ulama atau mujtahid dari Al-Quran dan Hadis.
2.    Syariat adalah ketetapan Allah yang bersifat objektif dan abadi, sedangkan fikih adalah karya manusia yang dapat merubah atau diubah dari masa ke masa sesuai dengan tuntutannya.
3.    Syariat bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari pada fikih. Sedangkan fikih bersifat instrumental dan ruang lingkupnya terbatas pada apa yang biasanya disebut perbuatan hukum.
4.    Syariat menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fikih menunjukkan keragaman, seperti terlihat dalam aliran-aliran hukum Islam yang disebut dengan Madzahib atau madzhab-madzhab (aliran-aliran dlam fikih), seperti Madzhab Hanafi, Madzhab Hambali, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Maliki.
 b. Ciri-Ciri Syariat Islam
Syariat Islam mempunyai ciri-ciri khas yang merupakan ketentuan-ketentuan yang tidak berubah. Ciri-ciri khas tersebut antara lain :
a)    Komprehensif
Syariat Islam membentuk umat dalam suatu kesatuan yang bulat walaupun umat Islam itu berbeda-beda bangsa dan berlainan suku. Di dalam menghadapi asas-asas yang umum, umat Islam bersatu padu, meskipun dalam segi-segi kebudayaan berbeda-beda.
b)   Wasathiyah (Moderat)
Syariat Islam memenuhi jalan tengah, jalan yang imbang, tidak terlalu beerat ke kanan mementingkan kejiwaan (rohani) dan tidak berat pula ke kiri mementingkan kebendaan (jasmani). Inilah yang diistilahkan dengan teori wasthiyah, menyelaraskan diantara kenyataan dan fakta dengan ideal dan cita-cita. Hal ini tergambar di banyak tempat dalam Al-Quran, diantaranya:
وَ كَذَ لِكَ جَعَلْنَاَ كُمْ أمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْ نُوْا شُهَدَا ءَعَلىَ النًّاَ سِ وَيَكُوْ نَ الَّر سُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا
Artinya :
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu umat Islam (ummatan wasshatian); umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbautan kamu.”
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 143)       
c)    Harakah (Dinamis)
Dari segi harakah syariat Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Syariat Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam, yaitu Islam yang memberikan kepada manusia sejumlah hukum positif yang dapat dipergunakan untuk segenap masa dan tempat.
d)   Universal
Syariat Islam tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau bangsa tertentu, melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, sesuai dengan misi yang diemban oleh Rasullah SAW. Syariat Islam diturunkan Allah, untuk dijadikan pedoman hidup seluruh manusia yang bertujuan maraih kebahagian di dunia dan akhirat. Dengan demikian, hukum Islam bersifat universal, untuk seluruh umat manusia dimuka bumi serta dapat diberlakukan di setiap bangsa dan bernegara
e)    Elastis atau Fleksibel
Syariat Islam berisi disiplin-disiplin yang dibebankan kepada setiap individu. Disiplin-disiplin tersebut wajib ditunaikan, dan berdosa bagi yang melanggarnya. Meskipun jalurnya sudah jelas membentang, namun dalam keadaan tertentu terdapat rukhshah. Kelonggaran-kelonggaran tersebut menunjukkan bahwa syariat Islam itu bersifat elastis, ijtihad, istihsan dan mashlahih mursalah, merupakan salah satu jalan keluar dari kesempitan.
f)    Tidak Memberatkan
Manusia adalah makhluk dha’if (lemah), mempunyai kemampuan yang serba terbatas. Oleh karena itu, syariat Islam tidak membebani seseorang sampai melampaui kadar kemampuannya. Sesuai dengan misi Islam sebagai rahmat bagi manusia, maka Islam datang untuk membebaskan manusia dari segala sesuatu yang memberatkannya. Firman-Nya:
لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا اِلَّاوُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَامَااكْتَسَبَتْ
Artinya:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya, ia mendapat pahala dari kebaikan yang di usahakannya, dan mendapat siksa dari kejahatan yang diusahkannya”
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 286)       
g)   Graduasi (Berangsur-angsur)
Allah sebagai pembuat hukum adlah Mahabijaksana. Hukum yang diberikan kepada manusia secara psikologis sesuai dengan fitrahnya sendiri. Sangat sulit dilaksanakan bila hukum itu datang sekaligus. Oleh karena itu, Allah memberikannya secara bertahap atau berangsur-angsur, tidak sekaligus secara radikal dan revolusioner. Seperti dalam perintah untuk meninggalkan minuman keras, berjudi, poligami, dan yang lainnya.

 c. Pembagian Syariat Islam
            syariat Islam adalah hukum yang menganut kehidupan manusia di dunia dalam rangka mencapai kebahgiannya di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, syariat Islam mencakup aturan-aturan yang mengatur perilaku manusia di dunia. Syariat Islam juga mencakup semua aspek kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dalam hubungan dengan diri sendiri, manusia lain, alam lingkungan maupun hubungannya dengan Tuhan.
Secara sistematis syariat Islam dapat dibagi kepada 2 bagian:
1.    Ibadah dalam Arti Khusus (Ibadah Mahdhah)
Hal-hal yang termasuk kepada pembahasan dalam bidang ibadah ini adalah pembahasan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, zakat, ibadah haji, termasuk didalamnya thaharah.
a.    Thaharah
Thaharah dalam bahasa Indonesia berarti bersih dan suci, yaitu kondisi seseorang yang bersih dan suci dari hadas dan najis sehinnga layak untuk melakukan kegiatan ibadah shalat, puasa, dan haji. Thaharah bertujuan untuk menyucikan badan dari hadas dan najis. Najis adalah kotoran yang mewajibkan seseorang muslim untuk membersihkannya, sementara hadas adalah kondisi dimana seseorang yang mengalaminya harus (wajib) wudu atau mandi
            Thaharah merupakan masalah yang sangat penting dalam Islam, karena menjadi syarat bagi seseorang yang hendak berhubungan dengan Allah melalui shalat, puasa atau haji. Sarana yang digunakannya adalah air, tanah, batu, tisu ataupun sesuatu yang memiliki sifat-sifat membersihkan. Bentuk-bentuk thaharah tersebut antara lain:
1)   Menghilangkan najis. Yang termasuk benda najis adalah bangkai, darah, daging babi, muntah, kencing, dan kotoran manusia atau binatang. Apabila benda-benda najis tersebut di atas terkena badan atau tempat yang hendak digunakan shalat, terlebih dahulu harus menhilangkan najis tersebut dengan air sehingga hilang bau, rasa, dan warnanya.
2)   Menghilangkan hadas. Hadas terdirinatas hadas besar dan hadas kecil. Hadas kecil dihilangkan dengan wudhu, sedangkan hadas besar dihilangkan dengan mandi, yang disebut dengan mandi janabat. Cara menghilangkannya adalah dengan mandi janabat yaitu mandi sekurang-kurangnya meratakan air ke seluruh permukaan kulit. Apabila tidak ada atau kurang air atau kerana terpaksa (darurat), seperti sakit atau diperjalanan, wudhu atau mandi dapat di gantikan dengan tayamum, yaitu menyapu kedua tangan dan muka dengan menggunakan tanah.

Thaharah dalam ajaran Islam merupakan bagian dari pelaksanaan ibadah kepada Allah. Setiap muslim diwajibkan shalat lima waktu sehari semalam dan sebelum melaksanakannya disyaratkan bersuci terlebih dahulu. Hal ini membuktikan bahwa ajaran Islam sangat memperhatikan dan mendorong umat Islam untuk membiasakan diri hidup bersih, indah, dan sehat. Allah Yang Mahasuci hanya dapat didekati oleh orang-orang yang suci, baik suci fisik dri kotoran maupun suci jiwa dari dosa, firman-Nya:
إِ نَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِ يْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobatdan bersih.”
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 222)              
b.    Shalat
Secara bahasa, shalat berarti doa. Secara istilah shalat berarti ucapan dan perbuatan, dimulai dari takbiratul ihram dan di akhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Shalat merupakan satu-satunya kewajiban yang tidak pernah gugur sepanjang akalmya sehat. Karena itu, Nabi mengajarkan shalat tidak hanya dalam kondisi biasa, tetapi juga shalat dalam keadaan sakit, diperjalanan bahkan shalat dalam kondisi perang atau ketakutan.
  Shalat yang wajib dikerjakan oleh setiap muslim adalah sebanyak lima waktu dalam sehari semalam, yang terdiri atas Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Di samping shalat wajib, terdapat pula shalat-shalat sunat, antara lain shalat sunat Rawatib, Dhuha, Tahajud ddan sebagainya. Shalat sunat ini merupakan ibadah yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan dan menambah pengalaman agama dan mendekatkan diri kepada Allah. Shalat yang merupakan ibadah harian, disamping sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah, juga di dalamnya terkandung hikmah yang dalam. Shalat yang telah ditentukan waktu dan tata caranya mengandung makna pembinaan disiplin terhadap waktu dan tugas, sehingga seorang muslim terbiasa hidup teratur dan tertib. Di samping itu, terdapat pula hikmah yang bersifat sosial, yaitu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Firman Allah SWT :
إِنَّ الصَّلَا ةَ تَنْهَىى عَنِ الْفَحْشَاءِوَالْمُنْكَرِ
Artinya:
“Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
(Q.S Al-Ankabut [29]: 45)                 

c.    Zakat
Ajaran Islam dalam hubungannya dengan kepemilikan harta benda seseorang adalah dikenal dengan kewajiban membayar zakat. Menurut asal katanya zakat berarti bersih, suci, atau tambah. Sedangkan dalam terminologi syariat Islam, zakat adalah mengeluarkan sebagian harta kepada mereka yang telah ditetapkan menurut syariat. Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi orang yang mempunyai harta sampai pada nisab. Nisab adalah batas harta kekayaan yang dimiliki seseorang untuk dikeluarkan hartanya. Harta yang wajib dizakati, nisab, dan zakatnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
NAMA
NISAB
ZAKATNYA
Unta
5 ekor
1 ekor kambing umur 2 tahun lebih
Sapi/kerbau
30 ekor
1 ekor anak sapi umur 2 tahun lebih
kambing
40 ekor
1 ekor kambing/biri-biri umur 2 tahun
Emas
93,6 gram
2,5 %
Pe rak
624 gram
2,5 %
Tanaman bernilai ekonomis/beras
750 kg/panen
5 %
Sumber: Departemen Agama RI 2001

Harta yang diperoleh dari perniagaan dan perdagangan, zakatnya sebesar 2,5%, demikian pula harta yang diperoleh melalui kegiatan profesi, seperti dokter, guru, pengacara, dan lain sebagainya. Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat ditetapkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
اِنَّمَا الصَّدَ قَا تُ لِلْفُقَرَاءِوَالْمَسَا كِيْنِ وَالْعَا مِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى اِلرّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِى سَبِيْلِ للهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya:
“Sesungguhnya Zakat itu hanya untukm orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat, para mualaf yang baru dibina jiwanya ke arah Islam, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang dijalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (musafir). Demikian itu adalah ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
(Q.S. At-Taubah [9]: 60)                    
            Berdasarkan ayat diatas, orang-orang yang berhak menerima (mustahiq) zakat adalah:
1)   Fakir, yaitu orang yang memiliki usaha yang hanya menjamin setengah dari kebutuhan hidupnya sehari-hari.
2)   Miskin, yaitu orang yang memiliki usaha yang menghasilkan lebih dari setengah kebutuhan hidupnya.
3)   Amil, yaitu orang yang dipercaya untuk mengumpulkan dan membagikan harta zakat.
4)   Mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam yang masih lemah keimanannya yang perlu dibimbing dan didukung dana.
5)   Hamba Sahaya, yaitu budak belian
6)   Garim, yaitu orang yang mempunyai utang akibat usahanya bangkrut yang bukan digunakan untuk maksiat dan dia tidak sanggup membayarnya.
7)   Sabilillah, yaitu orang yang berjuang dengan sukarela untuk menegakkan agama Allah
8)   Ibnu Sabil atau Musafir, yaitu orang yang kekurangan bekal dalam suatu perjalanan yang baik, seperti perjalanan meenuntut ilmu, menyiarkan agama Islam dan sebagainya.
Hikmah ibadah zakat antara lain, dapat mendidik seseorang untuk membersihkan jiwanya dari sifat kikir, tamak, sombong, dan angkuh karena kekayaannya, menumbuhkan sifat perhatian dan peduli terhadap orang yang lemah dan miskin. Disamping itu, zakat dapat memberikan harapan dan optimis bagi orang yang menerimanya. Mereka dapat menyambung hidupnya dan mengubah nasibnya, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan kecemburuan terhadap orang-orang kaya, sehingga kesenjangan antara orang kaya dan miskin dapat diperkecil bahkan mungkin dihilangkan.
Dengan demikian, zakat dapat mendorong adanya pemerataan pendapatan dan kepemilikan harta di kalangan masyarakat muslim, menghilangkan monopoli dan penumpukan harta pada sebagian masyarakat, juga mendorong lahirnya sistem ekonomi yang berdasarkan kerjasama dan tolong-menolong.
d.   Puasa
Puasa adalah bentuk ibadah dalam Islam yang dilakukan selama 1 bulan penuh setiap tahun, yaitu pada bulan Ramadhan. Puasa berarti menahan makan dan minum serta yang membatalkannya, sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Kewajiban berpuasa dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
ياَأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْاكُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَ كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَقُوْ نَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang ssebelum kamu supaya kamu bertakwa.”
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 183)                 

Disamping puasa wajib, terdapat pula ibadah puasa yang hukumnya sunat, seperti puasa senin-kamis, puasa pada hari Arafah, yaitu pada tanggal 9 Muharam, puasa enam hari bulan syawal dan puasa tiga hari tiap bulan pada tanggal 13,14, dan 15. Sedangkan hari-hari yang diharamkan berpuasa adalah tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah. Pada dasarnya puasa bertujuan untuk menjadi orang yang bertakwa. Dengan ibadah puasa orang dapat merasakan penderitaan orang lain yang kekurangan pangan, sehingga lahir sikap peduli terhadap orang-orang yang lemah. Dengan puasa seseorang dilatih untuk membatasi dan mengendalikan nafsu terhadap makanan dan minuman serta dorongan seksual yang biasanya menjadi sebab terjadinya pelanggaran. Dan banyak lagi hikamah yang bisa diambil dari ibadah puasa.
e.    Haji
Ibadah haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan wukuf, tawaf, dan amalan lainnya pada masa yang telah ditetapkan dalam syara’. Ibadah haji hukumnya wajib bagi orang yang mampu dan mencukupi syarat-syaratnya. Waktu melaksanakan ibadah haji dimulai dari tanggal 1 Syawwal sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah. Cara melaksanakan ibadah haji dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara yaitu:
1.    Ifrad adalah mengerjakan haji terlebih dahulu, kemudian mengerjakan umrah. Apabila cara ini dilakukan, maka yang melaksanakan tidak wajib membayar dam (denda) dengan menyembeli hewan.
2.    Tamattu’ adalah mengerjakan umrah terlebih dahulu, kemudian mengerjakan haji. Cara ini mewajibkan pelakunya membayar dam.
3.    Qiran adalah mengerjakan haji dan umrah dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Cara ini juga mewajibkan pelakunya membayar dam.
Rukun haji terdiri dari :
1)   Ihram, yaitu niat mulai mengerjakan haji atau umrah dengan memakai kain ihram.
2)   Wukuf di Arafah, yaitu hadir di Arafah pada waktu tergelincir matahari tanggal 9 sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah.
3)   Tawaf Ifadhah, yaitu tawaf yang apabila tidak dilaksankan hajinya tidak sah. Tawaf adalah berjalan mengelilinhgi Ka’bah sebanyak 7 kali.
4)   Sa’i, yaitu berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwah  sebanyak 7 kali.
5)   Tahallul (bercukur), yaitu mencukur atau mengunting rambut minimal 3 halai rambut.
6)   Tertib, semuanya dilaksanakan secara berurutan.
Adapun wajib haji terdiri atas:
1)   Niat ihram dari Miqot
2)   Mabit atau bermalam di Muzdalifah
3)   Mabit di Mina
4)   Melontarkan jumrah ‘Ula, Wustha dan Aqabah. Jumrah adalah melontar marma (dasar bawah tugu) di Mina dengan batu kerikil pada hari Tasyriq.
5)   Tidak melakukan perbuatan yang diharamkan pada waktu melakukan ibadah haji.
6)   Tawaaf Wada’, yaitu tawaf  penghormatan terakhir kepada Baitullah sebelum meninggalkan Mekah.

Dalam ibadah haji ini terdapat banyak hikmah dan makna yang bersifat simbolik. Diantaranya, dengan dilaksanakannya bersama-sama mengandung makna perlunya kebersamaan dan kesatuan di kalangan umat Islam sebagai implementasi dari akidah tauhid kepada Allah. Demikian pula dalam ihram dengan berpakain sederhana tanpa jahitan, melambangkan kesadaran akan kematian.
2.    Muamalah (Ibadah Ghairu Mahdhah)
Hal-hal yang berhubungan dengan muamalah atau ibadah ghairu mahdhah, ini mencakup:
a)    Mu’amalah dalam arti luas atau disebut dengan hukum perdata Islam yang mencakup:
1.    Munahakat, yaitu hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya.
2.    Waratsah, yaitu menagtur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, serta pembagian warisan. Hukum  kewarisan Islam ini disebut juga dengan fara’id.
b)   Muamalah dalam arti khusus, yaitu hukum-hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam msoal jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan dan sebagainya.
c)    Hukum publik (Islam) yang mencakup:
1.    Jinayat, yang memuat aturan aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah-hudud maupun jarimah ta’zir. Yang dimaksud jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.(hudud jamak dari hadd yang artinya adalah batas). Jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir artinya ajaran atau pengajaran).
2.    Al-Ahkam Ash-Shulthaniyah membicarakan soal-saol yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintah, baik pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya.
3.    As-Siyasat mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain (hubungan internasional).
4.    Al-Mukhasamat mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.

Dengan demikian, syariat Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia, sehingga seorang muslim dapat melaksanakan ajaran Islam secara utuh. Keutuhan syariat Islam tidak berarti semua aspek sudah diatur oleh hukum Islam secara detil, kecuali masalah ibadah, hukum Islam memberikan pandangan mendasar bagi aspek muamalah, sehingga perilaku sosial manusia memiliki landasan hukum yang memberi makna dan arah bagi manusia, kendati pun secara operasional urusan mu’amalah diserahkan kepada manusia, tetapi prinsip-prinsip dasar dari hubungan tersebut diberi dasar oleh syariat Islam, Sehingga aspek-aspek kehidupan manusia dapat terwujud secara Islami.
d. Tujuan Syariat Islam
Tujuan Allah SWT mensyariatkan hukmnya adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari kerugian atau kerusakan (mafsadat), baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai mealalui perintah dan larangan (taklif), yang pelaksanaannya tergantung kepada pemahaman sumber hukum yang utama; Al-Quran dan Hadis.
Dalam kasus hukum yang secara eksplisit dijelaskan dalam kedua sumber itu, kemaslahatan dapat ditelusuri melalui teks yang ada. Jika ternyata kemaslahatan itu dijelaskan, maka kemaslahatan itu dijadikan titik tolak penentuan hukumnya. Kemaslahatan seperti itu lazim digolongkan kepada Al-Maslaht Al-Mu’tabarat. Dalam hal ini, peranan mujtahid sangat penting untuk menggali dan menemukan maslahat yang terkandung dalam menetapkan hukum. Pada dasarnya hasil penelitian itu dapat diterima, selama tidak bertentangan dengan maslahat yang telah ditetapkan dalam kedua sumber tersebut. Jika terjadi pertentangan, maka maslahat dimaksud digolongkan sebagai Al-Maslahat Al-Mughat.
Tujuan syariat Islam perlu diketahui oleh mujtahid dalam rangka mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasus-kasusnya tidak diatur secara eksplisit oleh Al-Quran dan Al-Hadis. Lebih dari itu, tujuan hukum perlu diketahui dalam rangka mengetahui apakah suatu kasus masih dapat diterapkan berdasarkan satu ketentuan hukum karena adanya perubahan satu ketentuan hukum karena adanya perubahan struktur sosial hukum tersebut dapat diterapkan. Untuk dapat menangkap tujuan hukum yang terdapat dalam sumber hukum, maka diperlukan sebuah ketrampilan yang dalam ilmu ushul fikih disebut Maqashid Asy-Syari’ah. Dengan demikian, pengetahuan Maqashid Asy-Syari’ah menjadi kunci bagi keberhasilan mujtahij dalam ijtihadnya.
Pencarian para ahli ushul al-fiqh terhadap maslahat itu diwujudkan dalam bentuk metode ijtihad. Namun pada dasarnya, semua metode itu bermuara pada upaya penemuan maslahat, dan menjadikan sebagai alat untuk menetapkan hukum-hukum yang kasusnya tidak disebutkan secara eksplisit baik dalam Al-Quran dan Hadits. Atas dasar asumsi ini maka dapat dikatakan bahwa setiap metode penetapan hukum yang dipakai oleh para ahli ushul al-fiqh bermuara pada Maqashid Asy-Syari’ah. Asy-Syatibi menegaskan bahwa sesungguhnya syariat itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dam di akhirat (Abu Ishaq Al-Syabiti, 1388:6).
Lima pokok yang biasa disebut dengan Maqashid Asy-Khamsah sebagai Maqshid asy-Syari’ah dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur pokok tersebut adalah:
1)   Hifzhu Ad-Din, yaitu memelihara agama
2)   Hifzhu Al-Mal, yaitu memelihata harta kekayaan
3)   Hifzhu An-Nasl, yaitu memelihara ketentuan
4)   Hifzhu Al-Aql, yaitu memelihara akal
5)   Hifzhu An-Nafs, yaitu memelihara jiwa

Para ulama fiqih membagi 3 tingkatan tujuan syariah, yaitu:
1.    Maqashid Adh-Dharuriyat, yaitu dimaksudkan untuk memelihara lima unsur pokok dalam kehidupan manusia.
2.    Maqashid Al-Hajiyat, yaitu dimaksudkan untuk menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur pokok menjadi lebih baik.
3.    Maqashid At-Tahsiniyat, yaitu dimaksudkan agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk penyempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok (Asafri Jaya Bakri, 1996:72).
e. Aliran-Aliran dan tokoh-tokoh Syariat Islam
1)   Imam Abu Hanifah
Nama lengkap adalah Abu Hanifah Nu’man Ibn Tsabit Al-Taimi (80-150 H/699-767 M), lahir dan tinggal di Kufah. Pada masanya dia terkenal sebagai seorang sarjana dan mahaguru yang luas ilmu pengetahuannya terutama di bidang hukum. Dia hidup dama dua pemerintahan yaitu Bani Umayah dan Bani Abbasiyah. Pada masa pemerintahan Bani Umayah dibawah kekuasaan Gubernur Irak, ysid ibnu Hubairah, Abu Hanifah akan diangkat menjadi hakim, tetapi dia menolaknya, oleh karena itu dia mendapat tekanan dan siksaan dari penguasanya. Hal yang sama pada masa pemerintahan Abbsiyah, Khalifah Al-Manshur, memanggilnya dan akan mengangkatnya menjadi hakim, tetapi dia menolaknya juga, oleh karenanya  dia mendapatkan hukuman dan siksaan.
Abu Hanifah banyak mengabdikan hidupnya dalam studi hukum Islam dan memberikan kuliah-kuliah kepada para mahasiswanya. Dia meninggalkan sebuah karya buku yang berjudul Al-Fiqh Al-Akbar. Diantara ulama pengikut Abu Hanifah yang berperan dalam mengembangkan pahamnya adalah:
1.    Ahmad Husain Al-Baihaqi (458/1065), bukunya: Al Yanabi’ fi Al-Ushul.
2.    Abdullah Umar Ad-Dabbusi (430/1038), bukunya, Taqwim al-‘Adillah fi Ushul Al-Fiqh dan Asrar Al-Ushul wa Al-Furu’.
3.    Ali Muhammad Al-Bazdawi (482/1089), bukunya: Kanz al-Wushul ila Ma’rifah Al-Ushul wa Al-Furu’
4.    Abu Bakar Al-Sarakhsi (490/1096), bukunya: Ushul Al-Fiqh.
Paham ini telah berkembang luas, dan pengikutnya telah tersebar di berbagai negara, utamanya di Turki, Pakistan, Afganistan, Yordania, Cina, dan Soviet Rusia.
2)   Imam Malik ibn Anas
Lahir dan tinggal di Madinah (95-179 H/713-789  M), dia menuntut ilmu dikota itu, kemudian menjadi ulama besar yang sangat berpengaruh. Imam Malik memiliki dua keistimewaan yang melebihi ulama-ulama di zamannya, yaitu spesialis dalam ilmu hadits dan ilmu hukum, sehingga ia memangku jabatan sebagai mufti.
Karyanya terbesar Al-Muwathatha’ yaitu kumpulan-kumpulan hadis yang disusunnya. Imam Malik menduduki posisi terpenting dalam mengajarkan hadis. Disamping itu, beliau memberikan fatwa dan mengajarkan hukum-hukum Islam dengan menggunakan metode ijtihad.
Sebagaimana Abu Hanifah, dia juga membentuk madzhab fikih yang disebut dengan Madzhab Maliki. Para ualam yang berperan dalam mengembangkan mabzhab ini, antara lain:
a.    Abu Bakar Muhammad Al-Baqilani (403/1012), judul bukunya; Al-Taqrib min Ushul  Al-Fiqh dan Al-Muqni fi Ushul Al-Fiqh.
b.    Abdul Wahab Ali al-Baghdadi (421/1030), judul bukunya; AL-Ifadhah fi Ushul Al-Fiqh.
c.    Ahmad Muhammad Al-Ma’arifi (429/1037), judul bukunya: Al-Wushul ila Ma’rifati Al-Ushul.
d.   Ali ibn Hazm (456/1063), judul bukunya; Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam. Pengikutnya yang terbanyak adalah di kotanya sendiri, yaitu di Madinah, dan sekarang telah banyak tersebar di berbagai daerah atau negara seperti, Maroko, Al-Jazair, Tunis, Sudan, Kuwait, dan Bahrain.
3)   Imam Syafi’i
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn-Idris Asy-Syafi’i (150-204 H / 757-820 M) dilahirkan di kota gaza dan meninggal di kota Kairo Mesir. Sejak kecil dia ditinggal wafat bapaknya, dan tumbuh dalam menuntut di Mekah, berama ibunya yang hidup dalam keluarga miskin. Pernah belajar hadis dari Imam Malik di Madinah dan dalam waktu yang sangat singkat. Disamping itu, dia telah hafal Al-Quran, juga hadis-hadis yang dipelajarinya telah dihafalkan semua.
Dari prmahaman yang tinggi dan luas, Imam Syafi’i mampu mengeluaarkan dua bentuk fatwa atau qaul (pendapat). Pertama, ketika dia sedang bermukim di Baghdad, fatwanya disebut dengan Qaul Qadim (pendapat lama). Kedua, ketika dia tinggal di Mesir, fatwanya disebut dengan Qaul Jadid (pendapat baru). Selama hidupnya dia telah menulis sejumlah kitab sebanyak 113 buah kitab tentang tafsir, fikih, kesustraan, dan lainnya. Di antara kitab yang terkenal adalah Al-Umm. Imam Syafi’i juga membentuk madzhab fikih yang disebut juga dengan Madzhab Syafi’i. Tokoh-tokohnya adalah:
1.    Ahmad Muhammad Al-Isfarayini (406/1016), bukunya: Kitab Usul Al-Fiqh.
2.    Ibrahim Ali Al-Firuzabadi (476/1083), bukunya: Al-luma fi Ushul Al-Fiqh dan Al-Tabshirah fi Ushul Al-Fiqh.
3.    Imam Al-Haramayn Al-juwayni (478/1085), bukunya: Al-Burhanfi Ushul Al-Fiqh, Al-Thuhfah fi Ushul Al-Fiqh dan Al-Waraqat.
4.    Abu Hamid al-Ghazali (505/1111), bukunya: Tahdzib Al-Ushul, Al-Mankhul min Ilmi Al-Ushul dan Al-Mustashfa  min Ilmu Al-Ushul.
Para pengikutnya telah tersebar di berbagai negara antara lain di Indonesia, Malaysia, Palestina, Libanon, Mesir, Irak, Saudi Arabia, Yaman, Hadramaut, dan negara-negara lainnya.
4)   Imam Ahmad Ibn Hambal
Lahir dan tinggal di Baghdad (164-241 H/780-855 M). Imam Hambali membentuk madzhab yang disebut dengan Mazdhab Hambali. Dia ahli dalam bidang Hadits, Fikih, dan teologi. Pertama-tama dia telah belajar dari Imam Syafi’i, setelah lama dan setelah cukup ilmunya kemudian dia berijtihad sendiri dan merintis madzhab sendiri.
Banyak ulama yang datang belajar kepadanya. Dia terkenal sebagai orang yang memiliki teguh pendirian dan keras mempertahankannya. Watak itulah yang menyebabkan Khalifah Al-Ma’mun menyiksa dan menghukumnya, yaitu dalam hal perbedaan pendapat tentang keberadaan Al-Quran (apakah Al-Quran qadim ataukah baru). Spesialisasinya adalah dibidang hadis, karenanya buku-buku hasil karyanya banyak yang berkenan dengan hadis.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Syari’ah islam adalah peraturan atau hukum-hukum agama yang di wahyukan kepada nabi besar Muhammad SAW, yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an, Sunnah atau hadist Nabi. Syari’ah islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Syari’ah islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada ummat islam dan umumnya pada seluruh ummat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia akherat dan juga dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi ummat islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Jadi, sebaiknya kita sebagai ummat islam dapat menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Alaidin Koto, Prof.Dr.Ma, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004




























LATIHAN SOAL
Pilihan Ganda
1. Di bawah ini pengertian ibadah menurut bahasa, kecuali . . .
    a. pengabdian                      c. keta’atan                              e. dusta
    b. do’a                                 d. Penyembahan
2. Ada berapakah macam-macam ibadah ?
a. 5                                      c.3                                           e.1
b. 4                                     d.2
3. Perhatikan pernyataan dibawah ini
    1) kompreshif                       3) harakah                              5) thaharah
    2) wasathiyah                      4) memberatkan
   Dari pernyataan diatas manakah yang termasuk ciri-ciri syari’at islam?
a. 1111111,2,5                                 c. 2,3,4                                                e. 1,4,5
b.  2,4,5                                d. 1,2,3
4. Perhatikan pernyataan berikut:
 1) Subuh                              3)Ashar                       5)Isya’
 2)Tahajjud                            4)Dhuha
 Manakah yang termasuk shalat wajib?
a.    1,4,2                               c. 1,3,5                                    e. 2,4,5
b.    2,3,4                               d. 3,4,5
5.    Dibawah ini mana yang termasuk hukum publik (Islam), kecuali. . .
a.    Jinayat                           c. Al-Mukhasanat        e. Al-Ahkam
b.    Wasathiyah                    d. As-Siyasat

SOAL ESAI
1.    Sebutkan dan jelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat!
Jawab :
1)   Fakir, yaitu orang yang memiliki usaha yang hanya menjamin setengah dari kebutuhan hidupnya sehari-hari.
2)   Miskin, yaitu orang yang memiliki usaha yang menghasilkan lebih dari setengah kebutuhan hidupnya.
3)   Amil, yaitu orang yang dipercaya untuk mengumpulkan dan membagikan harta zakat.
4)   Mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam yang masih lemah keimanannya yang perlu dibimbing dan didukung dana.
5)   Hamba Sahaya, yaitu budak belian
6)   Garim, yaitu orang yang mempunyai utang akibat usahanya bangkrut yang bukan digunakan untuk maksiat dan dia tidak sanggup membayarnya.
7)   Sabilillah, yaitu orang yang berjuang dengan sukarela untuk menegakkan agama Allah
8)   Ibnu Sabil atau Musafir, yaitu orang yang kekurangan bekal dalam suatu perjalanan yang baik, seperti perjalanan meenuntut ilmu, menyiarkan agama Islam dan sebagainya.
1.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar